Setelah soal pemberian mobil mewah, publik kembali dikagetkan oleh rencana kenaikan gaji atau yang disebut pemerintah dengan remunerasi (tunjangan kinerja) bagi pejabat tinggi negara. “Saya kira itu kebijakan atau langkah pemerintah yang kembali tidak prorakyat. Sangat melukai hati rakyat,” kata Roy Salam dari Indonesia Budget Center kemarin.

Pernyataan ini menanggapi rencana pemerintah memberikan remunerasi kepada pejabat tinggi negara. Menurut Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi, remunerasi akan dilakukan secara bertahap. Kementerian yang mendapat remunerasi adalah Kementerian Keuangan, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Negara, dan di masa mendatang juga kepada beberapa kementerian lainnya.

Menurut Roy, anggaran negara sudah seharusnya digunakan untuk mendorong penciptaan kesejahteraan, memberikan pelayanan dasar, dan meningkatkan ekonomi rakyat. “Ini malah ditumpahkan ke fasilitas dan penghasilan pejabat tinggi negara yang kami nilai itu sudah lebih dari cukup,” katanya. Roy menyatakan alasan remunerasi tak berdasar sama sekali dan sekadar dibuat-buat.

Salah satu alasan pemerintah melakukan remunerasi adalah untuk program reformasi birokrasi yang dimaksudkan sebagai pendorong kinerja dan efisiensi. Bagi Roy, alasan itu tak tepat dan yang terjadi justru mendorong pemborosan.
Alasan lainnya, pemerintah memaksudkan remunerasi sebagai cara untuk mengurangi korupsi akibat kecilnya gaji pejabat tinggi negara. Roy menilai tidak ada jaminan remunerasi akan mengurangi korupsi. “Tidak ada korelasi kenaikan penghasilan dengan berkurangnya korupsi kalau sistem tidak diperbaiki dan minimnya kontrol serta adanya ketertutupan,” kata dia. Dengan alasan itu, Roy menilai alasan remunerasi kepada pejabat tinggi negara sangat mengada-ada.
Roy menyatakan belum saatnya memberikan remunerasi dan menaikkan gaji pejabat negara. Menurut dia, yang harus dilakukan adalah memperbaiki penghasilan pegawai negeri sipil yang paling bawah dan menengah. “Gaji mereka masih memprihatinkan,” katanya.

Ia mengusulkan, kalaupun remunerasi diberikan, harus dibenahi dulu sistemnya. Setelah itu, baru bicara pengukuran kinerja setiap kementerian. Jika rapor kementerian baik, itulah yang akan diberi remunerasi. “Jika diberikan sama rata, itu sama dengan pemborosan,” dia menambahkan.

Demokrat Tak Setuju Gaji Pejabat Negara Naik

Ketua Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat, Anas Urbaningrum, tak setuju gaji pejabat negara dinaikkan. Menurut dia, kenaikan gaji sebaiknya diprioritaskan untuk pegawai negeri dan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.

“Reformasi birokrasi membutuhkan perbaikan kesejahteraan pegawai,” kata Anas dalam pesan singkatnya, Sabtu (30/1). “Tanpa itu, reformasi birokrasi akan gagal.”

Dia menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menunda rencana kenaikan gaji pejabat. “Untuk sekarang, waktunya belum tepat,” kata dia.

Anas mengakui bila dibandingkan pejabat Bank Indonesia atau Badan Usaha Milik Negara, gaji pejabat negara tak berimbang dengan tugas dan tanggung jawabnya. Tapi, kata dia, gaji pejabat negara sebaiknya disesuaikan bila pemenuhan kesejahteraan pegawai negeri dan tenaga honorer sudah dilaksanakan.

Menteri Keuangan Emoh Jawab Kenaikan Gaji Menteri 

Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan menjawab pertanyaan wartawan tentang rencana kenaikan gaji menteri dan presiden. Para wartawan yang menunggu di Gedung Juanda 1 di kompleks Departemen Keuangan sejak pagi hingga pukul tujuh malam  tidak mendapatkan jawaban apa pun.

“Nanti saja, ya, saya sudah terlambat,” kata dia sambil tergopoh-gopoh menuju mobilnya.

Saat ditanyakan soal prioritas kerja Menteri Keuangan selama 100 hari pertama, Sri Mulyani juga mengunci mulutnya rapat-rapat. Ia hanya meminta kepada wartawan untuk menanyakan hal tersebut kepada Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.

Meski sudah menjadi perdebatan panjang dan lama serta sudah dimatangkan, kenaikan gaji untuk para menteri dan pejabat tinggi negara belum juga diputuskan hingga saat ini. “Menteri Keuangan bersama Menteri PAN sudah membahas soal kenaikan gaji itu cukup lama, tapi belum diputuskan apa-apa,” kata Menteri Hatta Rajasa beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Evert Erenst Mangindaan menyatakan kenaikan gaji para menteri tidak akan dilakukan secara tergesa-gesa. Ia justru lebih suka jika gaji birokrat level bawah yang dinaikkan dengan sistem renumerasi.  Ditambah pula mobil dinas menteri dan pejabat Tinggi Negara lainnya diganti dari Toyota Camry menjadi Toyota Crown Majesta yang berharga Rp 1,8 miliar.

Ada baiknya rencana kenaikan gaji presiden, wapres, menteri, dan pejabat lembaga tinggi negara sebaiknya ditunda hingga kondisi perekonomian membaik dan rakyat sejahtera. Kenaikan gaji mereka untuk saat ini bisa melukai hati rakyat.   

Anggaran yang telah dialokasikan untuk kenaikan gaji dan tunjangan pejabat tinggi negara sebaiknya dialihkan untuk peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS), guru, prajurit TNI, dan anggota Polri. Ini sangat penting karena akan mendorong psikologis dan profesionalisme mereka bekerja lebih baik untuk negara dan masyarakat.  Terutama mereka yang bertugas di pelosok desa dan daerah perbatasan sangat membutuhkan perhatian serius pemerintah. Sebab, banyak dari mereka yang harus menjalani hidup dengan biaya pas-pasan.

Rencana kenaikan gaji presiden, wapres, dan menteri-menteri belum tepat dilakukan dalam waktu dekat ini sebelum mereka bisa menyejahterakan rakyat. Seharusnya, mereka itu membuktikan dulu hasil kerjanya kepada rakyat, dan rakyat juga dapat merasakan hasil kerja mereka.  Jika alasan pemerintah menaikkan gaji presiden, wapres, dan para menteri karena selama lima tahun sebelumnya tidak pernah naik, itu alasan yang kurang rasional. Sebab, tanpa dinaikkan pun para pejabat negara itu tidak kesusahan atau sengsara. Gaji mereka sudah sangat cukup untuk ukuran hidup nyaman atau bahkan mewah.